Konon, suku Kajang adalah wilayah yang tidak tersentuh oleh kebudayaan
dari luar. Ketika Kristen mulai masuk ke Toraja dan Islam dianut sebagai
besar rakyat Kerajaan Gowa dan Bone, Suku Kajang tetap percaya dengan
alam, bahkan terus menjaganya hingga kini. Tanatoa yang mereka
huni pun diyakini sebagai pusat bumi. Memetik buah pun tidak
sembarangan, apalagi menebang pohon. Biarkanlah burung-burung berkicau
merdu, memakan buah-buahan, dan menjadikannya sebagai penyebar
biji-bijinya agar terus tumbuh di hutan lebat. Jika dilanggar, hukum
adat pun menghadang. Menebang pohon di kebun warga saja dianggap
pelanggaran ringan, apalagi mengambil hasil hutan keramat yang
dikategorikan pelanggaran berat. Sangsinya bisa ringan berupa denda
sejumlah uang sampai hukuman berat yaitu diusir dari masyarakat adat.
Masyarakat suku Kajang memiliki falsafah hidup yang sangat sederhana dan dekat akan alam sekitarnya. Mereka hidup dari berbagai hasil hutan dan menjaga kelestarian hutan dari keburukan tangan manusia. Hal inilah yang menyebabkan sehingga wilayah Kajang berkembang sebagai tempat wisata adat dengan alam yang sampai sekarang masih terjaga keasliannya, sama seperti halnya Wisata Kampung Adat Bena di Nusa Tenggara Timur.
Sekarang, Kajang menerima pengaruh modernisasi namun ada juga suku Kajang yang sama sekali tidak tersentuh oleh pengaruh modernisasi atau anti akan modernisasi. Oleh karenanya itu suku Kajang dibagi menjadi dua bagian, yaitu Kajang Luar dan Kajang Dalam. Kajang Luar adalah sebutan bagi warga suku Kajang yang sudah tersentuh kehidupan modern. Mereka umumnya sudah memiliki televisi, sepeda motor, mobil, dan peralatan elektronik lainnya. Rumah penduduk Kajang Luar berupa bangunan gedung yang sama seperti rumah kebanyakan masyarakat Indonesia. Sedangkan Kajang Dalam merupakan sebutan bagi penduduk suku Kajang yang menolak hal-hal yang berbau modern. Mereka merasa nyaman dan aman-aman saja dengan rumah dan perkampungan
yang tidak berlistrik, jalan berbatu, rumah terbuat dari kayu, bambu,
dan atap rumbia, bahkan mengitari perkampungan pun cukup dengan jalan
kaki.
Walau mereka terbagi menjadi dua kelompok, masyarakat suku Kajang memegang teguh adat istiadat yang telah diberikan oleh Ammatoa. (Ammatoa adalah sebutan untuk pemimpin tertinggi suku Kajang yang wajib dipatuhi segala aturan dan ucapannya)
Menurut
kesediaan mereka menerima pengaruh modernisasi, suku Kajang dibagi
menjadi dua, yaitu Kajang Luar dan Kajang Dalam. Kajang Luar adalah
sebutan bagi warga suku Kajang yang tersentuh kehidupan modernn. Mereka
memiliki televisi, sepeda motor, mobil, dan peralatan elektronik
lainnya. Rumah penduduk Kajang Luar berupa bangunan gedung yang sama
seperti rumah kebanyakan masyarakat Indonesia.
Sedangkan Kajang Dalam merupakan sebutan bagi penduduk suku Kajang yang menolak hal-hal yang berbau modern. Walau mereka terbagi menjadi dua kelompok, masyarakat suku Kajang memegang teguh adat istiadat dengan cara mematuhi Ammatoa. Ammatoa adalah sebutan untuk pemimpin tertinggi suku Kajang yang wajib dipatuhi segala aturan dan ucapannya.
- See more at: http://tempatwisata.web.id/kearifan-wisata-adat-suku-kajang-di-bulukumba-sulawesi-selatan.html#sthash.sQcpsgDJ.dpuf
Sedangkan Kajang Dalam merupakan sebutan bagi penduduk suku Kajang yang menolak hal-hal yang berbau modern. Walau mereka terbagi menjadi dua kelompok, masyarakat suku Kajang memegang teguh adat istiadat dengan cara mematuhi Ammatoa. Ammatoa adalah sebutan untuk pemimpin tertinggi suku Kajang yang wajib dipatuhi segala aturan dan ucapannya.
- See more at: http://tempatwisata.web.id/kearifan-wisata-adat-suku-kajang-di-bulukumba-sulawesi-selatan.html#sthash.sQcpsgDJ.dpuf
Masyarakat
suku Kajang memiliki falsafah hidup yang sederhana dan dekat dengan
alam. Mereka hidup dari hasil hutan dan menjaga kelestarian hutan dari
perusakan manusia. Hal ini yang menyebabkan wilayah mereka berkembang
sebagai tempat wisata adat dengan alam yang terjaga keasliannya, sama
seperti halnya Wisata Kampung Adat Bena
di Nusa Tenggara Timur. - See more at:
http://tempatwisata.web.id/kearifan-wisata-adat-suku-kajang-di-bulukumba-sulawesi-selatan.html#sthash.sQcpsgDJ.dpuf
Masyarakat
suku Kajang memiliki falsafah hidup yang sederhana dan dekat dengan
alam. Mereka hidup dari hasil hutan dan menjaga kelestarian hutan dari
perusakan manusia. Hal ini yang menyebabkan wilayah mereka berkembang
sebagai tempat wisata adat dengan alam yang terjaga keasliannya, sama
seperti halnya Wisata Kampung Adat Bena
di Nusa Tenggara Timur. - See more at:
http://tempatwisata.web.id/kearifan-wisata-adat-suku-kajang-di-bulukumba-sulawesi-selatan.html#sthash.sQcpsgDJ.dpuf
Masyarakat
suku Kajang memiliki falsafah hidup yang sederhana dan dekat dengan
alam. Mereka hidup dari hasil hutan dan menjaga kelestarian hutan dari
perusakan manusia. Hal ini yang menyebabkan wilayah mereka berkembang
sebagai tempat wisata adat dengan alam yang terjaga keasliannya, sama
seperti halnya Wisata Kampung Adat Bena
di Nusa Tenggara Timur. - See more at:
http://tempatwisata.web.id/kearifan-wisata-adat-suku-kajang-di-bulukumba-sulawesi-selatan.html#sthash.sQcpsgDJ.dpuf
Masyarakat
suku Kajang memiliki falsafah hidup yang sederhana dan dekat dengan
alam. Mereka hidup dari hasil hutan dan menjaga kelestarian hutan dari
perusakan manusia. Hal ini yang menyebabkan wilayah mereka berkembang
sebagai tempat wisata adat dengan alam yang terjaga keasliannya, sama
seperti halnya Wisata Kampung Adat Bena
di Nusa Tenggara Timur. - See more at:
http://tempatwisata.web.id/kearifan-wisata-adat-suku-kajang-di-bulukumba-sulawesi-selatan.html#sthash.sQcpsgDJ.dpuf
0 komentar:
Posting Komentar